Kritisi RUU Sisdiknas, Tak Sejahterakan Guru

FOTO : Wakil Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Sani Bin Husein.

TITIKWARTA.COM  - SAMARINDA - Kesejahteraan tenaga pengajar memang jadi masalah klasik dan jadi isu menarik untuk terus dibahas. Saat ini pemerintah tengah mengajukan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dalam Prolegnas Prioritas Perubahan 2022 kepada DPR RI. Namun sejumlah elemen masyarakat banyak menolak, lantaran tidak mensejahterakan guru dan tenaga pendidik, termasuk dosen.

Persoalan ini juga menjadi perhatian Wakil Ketua komisi IV DPRD Samarinda, Sani Bin Husain. Dia bereaksi keras atas hilangnya pasal Tunjangan Profesi Guru (TPG) dalam rancangan tersebut. Tak heran Ketua Fraksi PKS ini mendesak Kemendikbudristek tak menghilangkan poin tersebut.

 

“Draft yang saya terima sungguh mengingkari logika publik. Saya atas nama rakyat di daerah menolak tegas penghapusan pasal tentang tunjangan guru, tunjangan daerah terpencil, tunjangan dosen, dan tunjangan kehormatan dosen. Ini sama saja matinya profesi guru dan dosen,” katanya.  

 

Sani yang sebelumnya juga berprofesi guru ini pun mengajak semua pihak berkontribusi. Termasuk anggota di parlemen bisa membantu menyalurkan aspirasi guru seluruh Indonesia. “Bahas RUU Sisdiknas ini tidak perlu terburu-buru,” tegasnya.

 

Selanjutnya mengenai Standar Nasional Pendidikan (SNP) kan Kurikulum, dia menyoroti naskah akademik yang dipakai. Sebab hanya merujuk satu penelitian yang di duga dilakukan satu lembaga riset di tiga kabupaten saja. Padahal ada 500-an kabupaten/kota.

 

Dia juga menyayangkan tidak adanya mata pelajaran sejarah yang menjadi muatan wajib pada Pasal 93 RUU Sisdiknas. Hal tersebut serupa dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 tahun 2022.

 

“Artinya, memang mata pelajaran sejarah tidak dianggap penting untuk menjadi pembahasan. Padahal pelajaran sejarah adalah bagian dari cara kita mewariskan pelajaran berharga pagi anak didik dan akan membentuk karakter mereka di masa depan,” demikian Sani. (adv/tw)